Posted by : Unknown
Sabtu, 04 Agustus 2012
Saat ini yaitu tentang Inilah Sejarah
nama Indonesia di Mata Dunia , Berikut Infonya Kronik-kronik bangsa Tionghoa
menyebut kawasan ini sebagai Nan-hai ("Kepulauan Laut Selatan").
Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara
("Kepulauan Tanah Seberang"), nama yang diturunkan dari kata
Sansekerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya
pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik
Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa ("Pulau Emas", diperkirakan Pulau
Sumatera sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara. Bangsa Arab menyebut
wilayah kepulauan itu sebagai Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin
untuk kemenyan, benzoe, berasal dari nama bahasa Arab, luban jawi
("kemenyan Jawa"), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari
batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari
ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "orang Jawa" oleh orang
Arab, termasuk untuk orang Indonesia dari luar Jawa sekali pun. Dalam bahasa
Arab juga dikenal nama-nama Samathrah (Sumatera), Sholibis (Pulau Sulawesi),
dan Sundah (Sunda) yang disebut kulluh Jawi ("semuanya Jawa").
Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya
terdiri dari orang Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang
terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah Hindia. Jazirah Asia
Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai
"Hindia Belakang", sementara kepulauan ini memperoleh nama Kepulauan
Hindia (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau Hindia
Timur (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang kelak juga
dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay
Archipelago, l'Archipel Malais). Unit politik yang berada di bawah jajahan
Belanda memiliki nama resmi Nederlandsch-Indie (Hindia-Belanda). Pemerintah
pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur) untuk
menyebut wilayah taklukannya di kepulauan ini. Eduard Douwes Dekker
(1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah memakai nama
yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu
"Insulinde", yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (dalam
bahasa Latin "insula" berarti pulau). Nama "Insulinde" ini
selanjutnya kurang populer, walau pernah menjadi nama surat kabar dan
organisasi pergerakan di awal abad ke-20. Nama Indonesia Pada tahun 1847 di
Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian
Archipelago and Eastern Asia (JIAEA, BI: "Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia
Timur")), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang
Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada
tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl
(1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA. Dalam JIAEA
volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading
Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations
("Pada Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan
Melayu-Polinesia"). Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba
saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki
nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering
rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama:
Indunesia atau Malayunesia ("nesos" dalam bahasa Yunani berarti
"pulau"). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis (diterjemahkan ke
Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris): "... Penduduk Kepulauan Hindia atau
Kepulauan Melayu masing-masing akan menjadi "Orang Indunesia" atau
"Orang Malayunesia"". Earl sendiri menyatakan memilih nama
Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab
Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga
digunakan untuk Ceylon (sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan asing
untuk Kepulauan Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di
seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah
Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia. Dalam JIAEA Volume IV itu
juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of
the Indian Archipelago ("Etnologi dari Kepulauan Hindia"). Pada awal
tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air
kita, sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan Hindia") terlalu
panjang dan membingungkan. Logan kemudian memungut nama Indunesia yang dibuang
Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka
lahirlah istilah Indonesia. Dan itu membuktikan bahwa sebagian kalangan Eropa
tetap meyakini bahwa penduduk di kepulauan ini adalah Indian, sebuah julukan
yang dipertahankan karena sudah terlanjur akrab di Eropa. Untuk pertama kalinya
kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan
Logan (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia): "Mr Earl menyarankan istilah
etnografi "Indunesian", tetapi menolaknya dan mendukung
"Malayunesian". Saya lebih suka istilah geografis murni
"Indonesia", yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau-pulau
Hindia atau Kepulauan Hindia" Ketika mengusulkan nama
"Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama
itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan
nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun
pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan
geografi. Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang
bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln
des Malayischen Archipel ("Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan
Melayu") sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika
mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah
yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda,
sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan
Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam
Encyclopedie van Nederlandsch-Indië tahun 1918. Pada kenyataannya, Bastian
mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan. Pribumi
yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi
Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913
ia mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Persbureau. Nama Indonesisch
(pelafalan Belanda untuk "Indonesia") juga diperkenalkan sebagai
pengganti Indisch ("Hindia") oleh Prof Cornelis van Vollenhoven
(1917). Sejalan dengan itu, inlander ("pribumi") diganti dengan
Indonesiër ("orang Indonesia"). Pada dasawarsa 1920-an, nama
"Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi
itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, sehingga
nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas
suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Sebagai akibatnya, pemerintah
Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels
Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan
mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama
Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau
Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi
Indonesia Merdeka. Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya, "Negara
Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat)
mustahil disebut "Hindia-Belanda". Juga tidak "Hindia"
saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama
Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena
melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk
mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesiër) akan berusaha dengan segala
tenaga dan kemampuannya." Di Indonesia Dr. Sutomo mendirikan Indonesische
Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia
berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1925 Jong
Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij).
Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama
"Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai
nama tanah air, bangsa, dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia
tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda. Pada
bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen
Hindia-Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo
Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama Indonesië
diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Permohonan
ini ditolak. Dengan pendudukan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama
"Hindia-Belanda". Pada tanggal 17 Agustus 1945, menyusul deklarasi
Proklamasi Kemerdekaan, lahirlah Republik Indonesia.
http://www.sik-asik.com/2012/08/inilah-sejarah-nama-indonesia-di-mata.html
http://www.sik-asik.com/2012/08/inilah-sejarah-nama-indonesia-di-mata.html